Menyalakan Listrik, Menerangi Pendidikan di Pulau Sumba
Dengarkan audionya:
Oleh Lina Noviandari, Knowledge Management Consultant Strategic Partnership Green and Inclusive Energy
Dalam beberapa tahun terakhir, Pulau Sumba muncul sebagai salah satu destinasi wisata pilihan di Indonesia. Lanskap Pulau Sumba yang berbukit-bukit penuh padang rumput memang tampak indah jika disandingkan dengan birunya langit. Namun, hal yang nyaman bagi mata ini berbanding terbalik dengan kenyamanan hidup masyarakat Sumba. Masih banyak masyarakat di pulau ini yang belum bisa mengakses listrik karena kondisi geografisnya yang sulit dijangkau.
Ketiadaan akses energi ini bisa menghambat pemenuhan kebutuhan dan kegiatan sehari-hari masyarakat, salah satunya adalah pendidikan. Sekolah membutuhkan listrik untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar di kelas seperti untuk menyalakan perangkat media pembelajaran maupun infrastruktur lainnya. Ketiadaan listrik tentunya bisa mempengaruhi kualitas pendidikan itu sendiri. Padahal, pendidikan adalah elemen penting pembangunan sebuah bangsa. Untuk membantu mengatasi hal ini, Sumba Iconic Island (SII), program multi-stakeholder yang diinisiasi oleh Hivos, berupaya menyediakan akses energi dengan menginstal solar panel di sekolah-sekolah di Sumba. Saat ini, SII telah menyediakan akses energi bagi 34 sekolah di pulau ini.
Kami berkesempatan mengunjungi salah satu sekolah yang beruntung tersebut yakni di SD-SMP SATAP Ngaru Kahiri, Sumba Timur. SATAP atau Sekolah Satu Atap sendiri merupakan sebuah program sekolah terpadu yang menggabungkan bangunan SD dan SMP. Di kawasan terpencil seperti Sumba, jarak satu sekolah dengan sekolah lainnya amatlah jauh. Banyak lulusan SD yang tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya karena faktor jarak ini. Dengan digabungkannya SD-SMP dalam satu gedung, siswa lulusan SD nantinya bisa menempuh pendidikan SMP di lokasi yang sama. SATAP diharapkan bisa mendukung program pemerataan pendidikan di Indonesia, khususnya di daerah tertinggal seperti Sumba.
Sejak 2018, SD-SMP SATAP Ngaru Kahiri telah menikmati energi listrik dari panel surya yang telah diinstal oleh RESCO, mitra Hivos di program SII. Sumber energi baru ini tidak hanya digunakan untuk menerangi kelas dan lingkungan sekolah, tetapi juga untuk kegiatan belajar-mengajar seperti mengisi daya laptop, mengoperasikan proyektor and mencetak dokumen di printer. “Dulu sebelum ada panel surya ini, kami harus pergi ke Waingapu jika ingin mencetak atau menyalin dokumen. Bahkan ketika laptop sekolah mati, kami harus pergi ke kota untuk mengisi dayanya,” tutur Yunita Jara, guru Bahasa Inggris yang kami temui di sekolah tersebut.
Sebagai gambaran, jarak dari SD-SMP SATAP Ngaru Kahiri ke Kota Waingapu adalah sekitar 22 KM. Dengan medan jalan yang terjal berkelok, jarak ini harus ditempuh dengan waktu sekitar satu jam dengan kendaraan bermotor atau mobil. Tentunya, ketiadaan listrik ini menjadi hal yang sangat merugikan mulai dari segi waktu, biaya hingga tenaga. Belum lagi proses belajar yang harus terhambat. Kini, dengan tersedianya akses listrik, proses belajar-mengajar menjadi jauh lebih efisien.
Selain meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar, ketersediaan akses energi ini juga bisa meningkatkan kapasitas para guru. Di SD-SMP SATAP Ngaru Kahiri, sebagian guru yang berdomisili jauh tinggal di mes yang disediakan sekolah. Para guru ini juga menggantungkan kebutuhan energinya dari panel surya yang disediakan oleh program SII. “Kami dulu memakai generator listrik. Biasanya jam 8 malam sudah tidak ada listrik. Sekarang, kami bisa menyiapkan bahan ajar di malam hari karena pasokan listrik selalu ada. Kami juga bisa lebih leluasa mengakses internet melalui smartphone untuk mendapat pengetahuan baru,” ujar Yunita yang sudah mengajar selama tiga tahun ini.
Cerita SD-SMP SATAP Ngaru Kahiri mungkin juga dialami banyak SATAP lainnya di kawasan tertinggal di Indonesia. Upaya pemerintah untuk memeratakan pendidikan lewat SATAP memang layak diapresiasi. Namun, pemerataan pendidikan saja tidak cukup. Pendidikan yang tersedia juga harus layak, berkualitas, komprehensif dan terbuka. Dan ketersediaan akses energi bisa memperluas kesempatan itu.