Main content

Dengarkan audionya:

Oleh Lina Noviandari, Knowledge Management Consultant Strategic Partnership Green and Inclusive Energy

Dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang diatur dalam PP No 79 tahun 2014 disebutkan bahwa pengelolaan energi nasional diarahkan untuk mewujudkan terciptanya kemandirian dan ketahanan energi di Indonesia. Kemandirian energi dalam hal ini adalah terjaminnya ketersediaan energi dengan memanfaatkan semaksimal mungkin potensi sumber dalam negeri. Sedangkan ketahanan energi adalah terjaminnya ketersediaan akses masyarakat terhadap energi dengan harga terjangkau dan dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan. Lalu, sudah sejauh mana kah capaian kemandirian dan ketahanan energi ini?

Untuk memberikan informasi terkait bahasan tersebut, pada 7 dan 8 Desember 2019, Mongabay mengundang Syamsir Abduh selaku anggota Dewan Energi Nasional (DEN) untuk memaparkan arah kebijakan pengembangan dan pengelolaan energi nasional, Surya Dharma selaku Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) untuk menjelaskan tentang proyeksi dan tantangan pengembangan ET di Indonesia, dan Marlistya Citraningrum selaku Program Manager Sustainable Energy Access Institute for Essential Services Reform (IESR) untuk membahas tentang penyediaan akses energi di Indonesia, pada sebuah workshop isu energi terbarukan yang diikuti oleh para jurnalis di Jakarta.

Workshop ini merupakan bagian dari rangkaian program Media Fellowship yang dijalankan oleh Mongabay dengan dukungan dari Hivos melalui kerangka Strategic Partnership for Green and Inclusive Energy (SP-Energy). Setelah mengikuti workshop, jurnalis yang terpilih bisa mengikuti program fellowship yang memungkinkan mereka untuk meliput isu energi terbarukan dengan pembinaan dari Mongabay dan dukungan dana dari program. Kegiatan ini diharapkan bisa meningkatkan peliputan media terkait isu energi terbarukan yang secara langsung bisa menambah pengetahuan dan pemahaman masyarakat terkait ET.

previous arrow
1
1
4
4
5
5
next arrow

Pada kesempatan yang sama, Mongabay juga mengundang para pengusaha dan praktisi program ET untuk membagikan pengalaman mereka. Para narasumber tersebut di antaranya adalah Eka Himawan selaku Managing Director Xurya Energy yang memaparkan potensi pengembangan panel surya atap di Indonesia, Firdaus Bungo selaku Direktur PT Bungo Dani Mandiri Utama (BDMU) Jambi yang membagikan pengalaman pelaksanaan model usaha penyediaan akses energi terbarukan off grid di Kabupaten Bungo Jambi, Gus Firman selaku Monitoring, Evaluation and Learning Officer Sumba Iconic Island (SII) - Hivos yang membahas tentang program SII dan kondisi elektrifikasi di Sumba, Rita Kefi selaku Gender Specialist Hivos yang berbagi tentang Desa Model Energi Terbarukan Berbasis Gender di Desa Luku Wingir, Sumba. Widjanarka ES selaku Anggota Dewan Pembina Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang mengupas ET dari kacamata konsumen dan Sutriyatmi Atmadiredja selaku Deputi Sekjen Koalisi Indonesia (KPI) yang membahas kaitan perempuan dan ET, juga turut hadir untuk memberikan perspektif berbeda terkait pengembangan ET.

Pengembangan energi terbarukan dan pemenuhan energi di Indonesia

Melalui presentasinya, Syamsir Abduh menjelaskan bahwa selain mengurangi ekspor sumber energi fosil, upaya pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan potensi sumber energi dalam negeri adalah dengan memaksimalkan penggunaan energi terbarukan. Sebagai negara kepulauan dengan iklim tropis, Indonesia memiliki potensi sumber energi terbarukan yang besar termasuk di antaranya surya, air, gelombang laut dan angin.

Seperti yang tertuang dalam KEN, pemerintah menetapkan target bauran ET sebesar 23 persen pada 2025. Namun, banyak pihak yang pesimis terhadap target tersebut. Pasalnya, perkembangan ET di Indonesia dinilai lambat. Hingga kini, bauran ET di Indonesia masih belum mencapai 10 persen.

Dalam presentasi yang lain, Surya Dharma menjelaskan beberapa tantangan yang menyebabkan lambatnya pertumbuhan ET di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah masih mahalnya modal pengembangan ET, tidak adanya insentif dan kepastian hukum yang menyebabkan investor enggan untuk berinvestasi, serta masih rendahnya kapasitas sumber daya manusia dan teknologi untuk mendukung pengembangan ET. Menurut Surya, jika pemerintah serius untuk mempercepat pengembangan ET, maka tantangan-tantangan tersebut harus segera diatasi.

Lalu, bagaimana dengan ketahanan energi di Indonesia? Menurut Marlistya Citraningrum penyediaan akses energi erat kaitannya dengan capaian rasio elektrifikasi. Ditargetkan mencapai 100 persen pada tahun 2020, Kementerian ESDM melaporkan bahwa rasio elektrifikasi di Indonesia kini sudah mencapai 98 persen.

Namun, Citra menegaskan bahwa angka ini bukan berarti hanya 2 persen masyarakat Indonesia yang belum punya akses terhadap listrik. Pasalnya definisi rasio elektrifikasi di Indonesia berpatokan pada jangkauan listrik di desa (minimal satu bangunan di sebuah desa yang berlistrik), bukan jangkauan per rumah tangga. Sehingga meski rasio di Indonesia mencapai 98 persen, secara riil angka ini tidak merepresentasikan jangkauan listrik ke masyarakat yang sebenarnya.

Citra menghimbau pemerintah untuk memperjelas dan memperluas definisi elektrifikasi karena ini bisa berdampak pada terwujudnya ketahanan energi nasional itu sendiri. Selain itu, Citra juga berpendapat bahwa bahasan elektrifikasi harusnya tidak hanya dikaitkan dengan kebutuhan penerangan tapi juga kebutuhan-kebutuhan lain misalnya kesehatan, pendidikan, dan kegiatan produktif lainnya. Dalam upaya penyediaan akses energi, pemerintah harus mempertimbangkan kebutuhan lain tersebut dan memastikan seluruh lapisan masyarakat bisa memanfaatkannya.