Main content

Dengarkan audionya:

Oleh Lina Noviandari, Knowledge Management Consultant Strategic Partnership Green and Inclusive Energy

Pada pertengahan Desember 2019, Hivos bersama dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan  mengadakan CSO Learning Forum yang kedua. Pembahasan berkisar pada  perkembangan terkini Green Climate Fund (GCF) di Indonesia, pembelajaran dari Call for Proposal yang telah dilakukan pada bulan Agustus 2019 dan Oktober 2019 yang lalu, serta mekanisme koordinasi antara CSO dengan NDA (National Designated Authority) GCF di Indonesia CSO Learning Forum yang pertama dilaksanakan pada akhir Juli 2019—yang berfokus pada pengenalan GCF dan mekanisme pendanaan nya, serta penjelasan mengenai Call for Project Concept Note (PCN) dari NDA GCF di Indonesia yang saat itu sedang dibuka.

GCF adalah  mekanisme pendanaan perubahan iklim yang ditetapkan melalui keputusan Konferensi Para Pihak United Nation Framework on Climate Change Convention (UNFCCC) di tahun 2010. GCF bertujuan untuk menyediakan pendanaan bagi negara-negara berkembang agar dapat melakukan upaya-upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Di Indonesia, BKF ditunjuk sebagai National Designated Authority (NDA) yang berfungsi sebagai perpanjangan tangan GCF di Indonesia.

Pada tahun 2019, NDA GCF di Indonesia membuka dua periode pengajuan Project Concept Note (PCN) yakni antara 24 Juni–23 Agustus dan 26 Agustus–25 Oktober. Secara total, 165 concept note diterima oleh NDA GCF di Indonesia; 46 concept note mendapatkan persetujuan, dengan total permintaan pendanaan mencapai USD 582 juta. Sektor energi dan AFOLU (agriculture, forestry and other land use) mendominasi concept note yang lolos.

Mengingat banyaknya concept note yang diterima, jumlah PCN yang lolos masih terbilang sedikit. Dessi Yuliana, selaku GCF and Investment Specialist dari GGGI yang merupakan delivery partner untuk program Readiness GCF di Indonesia, menyampaikan bahwa ada beberapa alasan yang membuat banyak PCN tidak lolos. Hal yang paling banyak ditemukan adalah kurangnya penjelasan climate rationale, yang seharusnya menjadi latar belakang yang paling mendasar dari pengajuan suatu kegiatan.Tanpa climate rationale yang kuat, maka kemungkinan kegiatan yang diajukan menjadi tidak relevan pada perubahan iklim, menjadi tinggi. Itu sebabnya, penting untuk memberikan climate rationale yang kuat.

Selain climate rationale, Dessi juga menyampaikan beberapa pembelajaran lain dari proses penyaringan PCN 2019, di antaranya:

  • Kegiatan yang diajukan harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai proyek;
  • Proyek yang diajukan harus berupa implementasi kegiatan dan tidak hanya terbatas pada studi, riset, pemetaan, profiling dan/atau peningkatan kapasitas;
  • Perlu ada keberlanjutan program tersebut setelah kerjasama dengan GCF selesai. Keberlanjutan proyek dapat berupa kemampuan untuk membiayai dirinya sendiri atau menghasilkan scalability dan paradigm shift. Sehingga proyek dapat ditingkatkan skala implementasinya, direplikasi di lokasi lain, atau mempermudah berjalannya proyek selanjutnya.
  • Pemilik proyek harus mengisi secara tepat dan lengkap semua bagian dari template concept note sesuai dengan format yang disediakan
  • Proyek diusahakan menyesuaikan dengan kapasitas pendanaan GCF

Dessi juga menyampaikan bahwa PCN yang tidak lolos masih mempunyai kemungkinan untuk digabung dengan PCN lain di sektor yang sama, masuk ke dalam daftar panjang proyek NDA GCF, atau menjadi proyek Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BLU BPDLH). Walau demikian, skenario terakhir belum dapat dipastikan, karena saat ini BPDLH masih belum beroperasi penuh.

Sementara itu, PCN yang terpilih pada tahap ini tidak serta merta langsung mendapat pendanaan dari GCF. Masih ada tiga tahap lagi yang harus dilalui. Setelah mendapatkan konfirmasi pemilihan, pemilik proyek masih harus mengikuti pelatihan untuk memperbaiki atau melengkapi concept note mereka sesuai dengan format GCF. Pelatihan ini akan diadakan oleh NDA GCF di Indonesia. NDA kemudian akan matchmake atau menghubungkan proyek dengan Accredited Entity (AE) yang sesuai. Jika AE setuju untuk mengembangkan PCN menjadi proposal, pemilik proyek bersama AE kemudian akan menyusun proposal bersama untuk diajukan ke GCF.

Selain memanfaatkan dana GCF,  NDA GCF di Indonesia juga mendorong kelompok masyarakat sipil untuk terlibat bukan hanya dalam mengakses pendanaan GCF, tapi juga berkontribusi dalam seleksi proposal, calon Accredited Entity, serta penyusunan country program Indonesia. Seluruh peserta yang hadir sepakat bahwa CSO yang hadir harus membicarakan mengenai mekanisme koordinasi antara CSO dengan NDA GCF secara terpisah.