Main content

Dengarkan audionya:

Hivos bekerja sama dengan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), saat ini sedang melakukan studi terkait peran non-state actors (NSA) atau non-party stakeholders (NPS), untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC), terutama dari sektor energi, sub-sektor Energi Terbarukan. Terdapat dua diskusi yang telah dilakukan, dan pada tanggal 24 Juni 2020, dilaksanakan diskusi yang ketiga, dengan topik “Pendanaan Investasi Energi Terbarukan bagi Pemenuhan Target NDC Indonesia yang Mendukung Pengembangan Low Carbon Development Indonesia”. Diskusi ini menekankan pada pembiayaan energi terbarukan dalam menurunkan emisi gas rumah kaca, terutama dari sisi pelaku usaha. Diskusi ini juga dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran dari sisi kebijakan terkait dengan sub-sektor energi terbarukan, termasuk pembiayaannya, sebagai bentuk kontribusi untuk mencapai target NDC Indonesia.

Ibu Moekti Handajani Soejachmoen, memandu sesi dengan pemapar Bapak Dr. Edi Setijawan, Analis Eksekutif Senior, Departemen Riset Sektor Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bapak Pradana Murti, Kepala Divisi Pembiayaan Berkelanjutan PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Bapak Edi Setiawan dari OJK memaparkan bahwa pada tahun 2015, OJK telah menyusun roadmap keuangan berkelanjutan dengan dua tujuan besar, yakni:

  1. Membantu pemerintah dalam memenuhi komitmen pembangunan yang berkelanjutan dengan menyediakan sumber pendanaan swasta, melalui lembaga keuangan yang sejalan dengan pencapaian Sustainable Development Goal (SDGs) dan Paris Agreement on Climate Change (PACC);
  2. Meningkatkan daya saing dan kemampuan managemen risiko Lembaga Jasa Keuangan (LJK) terutama terkait risiko sosial dan lingkungan hidup.

Periode lima tahun pertama dalam roadmap ini, lebih difokuskan pada peningkatkan awareness dan pembuatan peraturan-peraturan dasar. Dua peraturan telah diterbitkan dalam periode tersebut, yakni POJK no.51 dan no.60 tahun 2017 tentang keuangan berkelanjutan dan Green Bond.

Pada tahun 2019 OJK meminta lembaga keuangan untuk membuat rencana aksi, yang merupakan hal-hal yang akan dilakukan untuk meningkatkan portfolio keuangan berkelanjutan, dan harus mempublikasikan capaian tersebut kepada masyarakat melalui laporan berkelanjutan. Selain itu, OJK juga mendorong pengembangan produk-produk keuangan yang memenuhi prinsip keuangan berkelanjutan, antara lain Green Bond, Green Sukuk, Sustainability Bond, Sustainability Index/Capital Market serta asuransi bencana alam.

OJK sendiri menyusun rencana aksi yang diharapkan dapat meningkatkan pendanaan pada sektor-sektor: renewable energy, energy efficiency, pollution prevention and control, sustainable resource and land use, biodiversity conservation, water and waste management, climate change adaptation, eco efficient products, green building, other green business, dan financing for MSMEs.

Bapak Pradana Murti dari PT SMI memperkenalkan platform terintegrasi bernama SDG Indonesia One, yang dibuat bersama dengan Kementerian Keuangan. Platform ini ditujukan sebagai wadah di mana semua pihak bisa berdiskusi atau berkumpul untuk menyalurkan pendanaan pada proyek. SDG Indonesia One ini memiliki 4 (empat) pilar: SDG Development Facilities, SDG De-Risking Facilities, SDG Financing Facilities, dan SDG Equity Fund.

Saat ini, terdapat sebanyak 32 partner SDG Indonesia One dengan total pemberian komitmen total pendanaan sebesar USD 3,03 miliar, dimana sebagian besar pendanaan berada pada tahap Development Facilities. Saat ini SDGs Indonesia One baru dalam tahap penyaluran dana pada proyek-proyek untuk Pemerintah Daerah. Untuk sektor energi terbarukan, PT SMI memberikan dukungan technical assistance seperti Proyek PJU Bengkulu, PLTSa Putri Cempo Solo dan beberapa proyek lain, yang bertujuan untuk meningkatkan feasibility dan bankability dari proyek-proyek tersebut.

PT SMI sendiri telah berkomitmen dalam pengembangan ET melalui pembiayaan terhadap sekurangnya 11 proyek dengan kapasitas terpasang lebih dari 475 MW (mencapai 5 financial close pada tahun 2019), dengan total komitmen pembiayaan lebih dari Rp 2 triliun.

Menurut PT SMI, beberapa isu dan risiko dalam pengembangan proyek Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia, adalah:

  1. Regulasi energi terbarukan, di mana pembagian risiko risk sharing allocation terkadang belum optimal. Prinsipnya bahwa risiko harus secara tepat dialokasikan kepada pihak yang tepat untuk mengelolanya;
  2. Proses pembiayaan, PT.SMI sering menemukan bahwa kekuatan atau kapasitas dari sponsor sering kurang, untuk memenuhi pesyaratan ekuitas. Hal lain yang menjadi perhatian adalah kapabilitas dan track records EPC, serta cash flow yang stabil dari proyek. Struktur pembiayaan serta pihak-pihak terkait yang kompeten dan professional, juga memainkan peranan yang penting;
  3. Risiko tertinggi terdapat pada penyelenggara proyek pengembang EBT baik dalam sektor sponsor, operator, bank, kontraktor, supply source, machine supplier dan konsultan.

Saat ini, dua hal yang terbesar yang menjadi isu dalam pembiayaan di sektor energi baru dan terbarukan, menurut PT SMI, adalah kesiapan dari proyek EBT tersebut, serta kapasitas sponsor proyek dan pembiayaan.