Main content

Dengarkan audionya:

Oleh Lina Noviandari, Knowledge Management Consultant Strategic Partnership Green and Inclusive Energy

Setelah sebelumnya Forum Belajar kedua membahas tentang tata kelola energi di Indonesia, Forum Belajar ketiga yang diselenggarakan pada 1 Juli 2020 lalu mengangkat topik transisi menuju sistem energi terbarukan (ET) di Indonesia.

Jannata Giwangkara, Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Clorinda K. Wibowo, World Resource Institute (WRI) hadir menjadi pembicara untuk membahas tentang potensi dan karakteristik ET, peran ET dalam upaya penanggulangan perubahan iklim serta mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, arah kebijakan nasional dan pentingnya akselerasi transisi energi Indonesia menuju ET, serta potensi pasar dan model bisnis ET di Indonesia.

Forum Belajar sendiri merupakan seri diskusi online yang diinisiasi oleh WWF-Indonesia bersama dengan CSO dan NGO yang memiliki perhatian besar dalam isu ET dan konservasi energi, yakni Hivos, 350 Indonesia, Aceh Geothermal Forum, Coaction Indonesia, IESR, Indonesian Parliamentary Center, Oxfam, dan Yayasan Indonesia Cerah, sebagai ruang untuk menambah pengetahuan dan berbagi pengalaman serta berjejaring dalam menyuarakan dan mendorong transisi menuju ET yang inklusif dan berkelanjutan.

Urgensi transisi menuju ET di Indonesia

Menurut Janna, urgensi utama transisi menuju ET baik secara global maupun nasional adalah untuk menanggulangi perubahan iklim. Pasalnya, secara global, sektor energi merupakan penyumbang utama emisi gas rumah kaca sejak 1882. Sedangkan di Indonesia, meski saat ini sektor kehutanan masih menjadi penyumbang utama emisi, pada 2030 sektor energi lah yang akan menjadi kontributor nomor satu yakni mencapai 58,2 persen total emisi.

Selain dampak lingkungan, krisis iklim berdampak pada hampir setiap sendi kehidupan manusia dan pembangunan negara. Dari segi ekonomi misalnya, Janna menyampaikan bahwa jika terus diabaikan, GDP Indonesia akan terus turun hingga 7 persen. Oleh karena itu, transisi energi menuju ET harus segera dilakukan.

Hingga saat ini, menurut Janna, bauran ET di Indonesia tergolong masih rendah. Padahal, Indonesia memiliki potensi ET yang besar yakni mencapai 442,4 GW yang berasal dari sumber energi surya, air, bayu, bio energi, panas bumi dan air laut. Sayangnya, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Potensi energi surya misalnya, baru dimanfaatkan sebesar 0,08 persen.

Selain harga ET yang masih dianggap mahal, Janna menilai hambatan yang menyebabkan perkembangan ET yang lambat ini di antaranya adalah karena adanya ketidakpastian hukum, proses izin yang rumit, serta infrastruktur dan teknis yang belum memadai. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah harus memberikan stimulus dalam bentuk insentif maupun kebijakan yang mendorong pengembangan ET, serta berinvestasi dalam pengambangan teknologi dan kapasitas SDM.

Peran sektor komersial dan industri

Selain dari sisi produksi atau pengembangan ET, transisi menuju ET juga bisa didorong dari sisi konsumsi. Clorinda menyampaikan bahwa selama ini bisnis dan industri menjadi penyerap utama konsumsi energi, selain rumah tangga. Sektor komersial dan industri diprediksi akan menyerap dua pertiga total listrik di tahun 2030. Menurut Clorinda, sebagai salah satu konsumen terbesar energi, sektor komersial dan industri semestinya punya pengaruh yang besar terhadap transisi menuju ET.

Clorinda mencontohkan di Amerika Serikat misalnya, banyak perusahaan-perusahaan yang sudah mempunyai komitmen untuk menggunakan energi terbarukan. Semakin tingginya permintaan dari sektor bisnis dan industri ini tentunya bisa mendorong semakin banyaknya penyediaan ET.

Di Indonesia sendiri, menurut Clorinda, sudah ada sejumlah perusahaan yang mempunyai target konsumsi ET. Namun jumlahnya masih sangat sedikit. Clorinda menyampaikan sejumlah tantangan yang dihadapi perusahaan di antaranya yakni pengetahuan dan network perusahaan yang terbatas mengenai opsi teknologi ET yang ada, interpretasi regulasi yang berbeda-beda dari berbagai pemangku kepentingan, terbatasnya opsi bisnis terkait pengadaan ET di perusahaan, serta capital expenditure yang tinggi.

Untuk mendorong semakin banyaknya perusahaan mengadopsi ET, pemerintah bisa melakukan beberapa upaya, beberapa di antaranya adalah menciptakan iklim regulasi yang kondusif,  menerapkan standar internasional terhadap produk ET, menyediakan insentif dan opsi pembiayaan bagi korporasi yang berkomitmen merealisasikan target ET, serta menyediakan diversifikasi mekanisme pengadaan ET oleh korporasi.

Simak webinar Forum Belajar #3 selengkapnya melalui tautan ini.