Main content

Hivos dan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) melakukan kolaborasi dalam studi mengenai peran Non-State Actors dalam pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca sebagaimana tercantum dalam NDC, khususnya dari sektor energi terbarukan. Terkait dengan hal tersebut, METI mengadakan sesi diskusi pada tanggal 30 September 2020 secara virtual, untuk mengetahui bagaimana peran NSA dalam pencapaian NDC, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di Viet Nam. Sesi ini diharapkan dapat memfasilitasi terjadinya pembelajaran silang antara Viet Nam dan Indonesia di dalam isu ini.

Sesi ini membahas tentang pandangan pemerintah baik Vietnam maupun Indonesia mengenai pencapaian target NDC dari sektor energi terbarukan, yang dilakukan oleh Non State Actors (NSA). Terdapat dua orang narasumber di sesi ini, yaitu, Hoang Van Tam, Deputy Head dari Climate Change and Green Growth Office, Department of Energy Efficiency and Sustainable Development, the Ministry of Industry and Trade, Viet Nam, serta Bapak Hariyanto, Direktur Konservasi Energi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Viet Nam memiliki beberapa strategi yang tertuang di dalam NDC mereka. Sebelumnya, Viet Nam menyusun NDC dengan base year 2010, di mana target penurunan emisi mereka adalah 8% dengan kondisi tanpa syarat (unconditional atau dengan biaya sendiri) dan 27% dengan kondisi bersyarat (conditional atau dengan bantuan internasional). Pada bulan September 2020 yang lalu, Viet Nam memperbaharui komitmennya, dengan menggunakan base-year 2014, di mana komitmen penurunan emisi mereka adalah 9% tanpa syarat, dan 24% dengan syarat.

Spesifik di sektor energi, Viet Nam memiliki beberapa skenario untuk pencapaian NDC. Pada kondisi Business As Usual (BAU), total energi terbarukan adalah 14%. Sedangkan di skenario NDC-10% dan NDC-15%, Viet Nam menetapkan komposisi energi terbarukan akan mencapai 17.2 % dan 22%. Untuk mencapai skenario ini, Viet Nam bermaksud untuk mengurangi konsumsi energi final hingga 7%, serta meningkatkan komposisi energi terbarukan di pembangkit listrik hingga 23% dan 53% di atas skenario business as usual. Sementara untuk skenario dengan komponen energi terbarukan yang lebih tinggi, yaitu skenario NDC-25% dan NDC-30%, diperlukan adanya kombinasi antara kapasitas solar PV dan angina, untuk mencapai 25.5 GW dan 26.8 GW, hingga tahun 2030. Skenario ini juga perlu untuk memiliki komponen pembangkit VRE (variable renewable energy), yang berasal dari matahari dan angin, hingga 11% dan 12%.

Viet Nam menilai bahwa dukungan internasional dan kerjasama regional akan sangat penting untuk mencapai target energi terbarukan yang lebih ambisius di dalam pencapaian target perubahan iklim, terutama dalam mengatasi hambatan-hambatan teknis.

Viet Nam memiliki kebijakan energi terbarukan di tahun 2016, yang diformalkan melalui Keputusan Perdana Menteri di tahun 2016 terkait dengan rencana pengembangan kelistrikan untuk periode 2011-2020, dengan visi menuju 2030. Keputusan Menteri tersebut memuat tujuan-tujuan terkait dengan pembangkit listrik dari energi terbarukan, melalui hidro (air), angin, dan matahari. Bagi Viet Nam, energi terbarukan memiliki peran yang sangat signifikan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, di sektor energi. Terutama karena sebagian besar energi yang dikonsumsi oleh Viet Nam adalah dalam bentuk listrik.

Indonesia juga telah meratifikasi Persetujuan Paris melalui Undang-Undang No. 16/2016 mengenai Ratifikasi Persetujuan Paris untuk mengurangi emisi gas rumah kaca berdasarkan NDC yang telah diajukan Indonesia kepada UNFCCC. Indonesia, di dalam NDC pertamanya, menyatakan bahwa di tahun 2030, Indonesia akan menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dibandingan dengan skenario business as usual (BAU) dengan menggunakan upaya sendiri, dan 41% dengan adanya dukungan internasional. Sektor energi sendiri di dalam komitmen tersebut, diharapkan dapat menurunkan emisi hingga 314-398 juta ton CO2-ekivalen di tahun 2030.

Terkait dengan pengembangan energi terbarukan di Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 mengenai Kebijakan Energi Nasional dan Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2017 mengenai Rencana Umum Energi Nasional, telah menetapkan bahwa Indonesia akan mencapai bauran energi terbarukan sebesar 23%, dan efisiensi energi sebesar 17% dari energi final di tahun 2025. Dilihat dari potensi energi terbarukan, Indonesia sebenarnya memiliki potensi sebesar 417,8 GW, namun baru dimanfaatkan sebesar 10 GW hingga kini. Sumber-sumber ini berasal dari laut, panas bumi, bio energi, angin, air, dan matahari. Untuk dapat mencapai target yang telah ditetapkan, Indonesia menyusun beberapa program untuk membantu percepatan pencapaian target.

Beberapa upaya yang saat ini dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam pengembangan energi terbarukan adalah:

  1. Membuat sistem energi terbarukan yang bersih dan berkelanjutan, dan pada saat yang bersamaan mendorong pertumbuhan ekonomi, pembukaan lapangan kerja dan memperbaiki kesejahteraan komunitas di wilayah-wilayah ini;
  2. Membuat peta jalan pengembangan energi terbarukan dengan berbagai terobosan di dalam kerangka pengembangan pasar-pasar energi terbarukan yang baru;
  3. Fasilitas pendanaan untuk investasi energi terbarukan;
  4. Penguatan kebijakan untuk membangun energi terbarukan;
  5. Penyesuaian tata kelola pengembangan energi terbarukan dengan melibatkan kementerian-kementerian atau institusi-institusi yang relevan untuk membuat harga energi terbarukan menjadi lebih kompetitif.

Pada diskusi yang dimoderatori oleh Ibu Moekti Handajani Soejachmoen, terdapat beberapa poin yang menarik dan penting terkait dengan peningkatan peran non state actors di dalam pencapaian target NDC dari sektor energi terbarukan. Untuk Viet Nam, salah satu faktor kunci yang mendorong para pelaku untuk mengembangan energi terbarukan adalah adanya kebijakan yang mendukung terutama kebijakan baru terkait dengan feed-in-tariff untuk teknologi surya, yang membuat investasi energi terbarukan untuk surya di Vietnam menjadi menarik.

Saat ini Pemerintah Indonesia sedang mempersiapkan Peraturan Presiden terkait dengan harga energi terbarukan. DPR juga saat ini tengah mempersiapkan Undang Undang Energi terbarukan. Saat ini Pemerintah Indonesia juga tengah mengembangkan beberapa strategi untuk percepatan pengembangan energi terbarukan seperti:

  1. Pengembangan energi berbasis matahari dan angin;
  2. Pengembangan energi terbarukan untuk pengembangan industry;
  3. Pengembangan energi terbarukan berbasis pengembangan ekonomi;
  4. Pengembangan dan modernisasi infrastruktur kelistrikan nasional;
  5. Pengembangan biofuel.

Pemerintah Indonesia menyatakan membuka kesempatan untuk NSA berkontribusi dalam pencapaian NDC Indonesia, terutama untuk pengembangan tenaga matahari dan angin. Indonesia juga mendukung kolaborasi dengan negara-negara ASEAN untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, dan juga sedang menyusun target penurunan emisi gas rumah kaca melalui energi terbarukan oleh negara-negara ASEAN di tahun 2030 dan 2050.