Main content

Pada tanggal 30 September 2020 yang lalu, Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) bekerja sama dengan Hivos  melalui program Strategic Partnership Green and Inclusive Energy (SP-GIE), mengadakan pembelajaran silang antara Viet Nam dan Indonesia terkait dengan peran Non State Actors dalam pencapaian NDC dari sektor energi terbarukan.

Sesi ini merupakan kelanjutan dari sesi sebelumnya (link ke artikel: Strategi Pengembangan Energi Terbarukan untuk Mencapai Target NDC di Viet Nam dan Indonesia) dengan penekanan pada kegiatan-kegiatan non state actors di sektor energi terbarukan, di masing-masing negara. Kegiatan-kegiatan ini sebenarnya dapat mendukung pemerintah untuk memenuhi target NDC yang telah diajukan kepada UNFCCC, terutama dari sektor energi terbarukan. Pada sesi ini, terdapat dua narasumber yaitu Nguy Thi Khanh, Direktur Eksekutif GreenID Viet Nam, dan Bapak Sutiyo Siswanto dari PT Kencana Energi Lestari, salah pengembang pembangkit listrik tenaga air di Indonesia.

Nguy Thi Khanh memperkenalkan Viet Nam Coalition for Climate Action (VCCA) yang merupakan jaringan multipihak yang terdiri dari sektor bisnis, kelompok masyarakat sipil, organisasi-organisasi non-profit, penyedia pendanaan, kelompok konsumen serta institusi-institusi yang berkerja di bidang riset, pendampingan serta asosiasi, yang bekerja di bidang energi berkelanjutan, pembangunan hijau serta adaptasi perubahan iklim di Viet Nam. Koalisi ini memperkenalkan model dari kerja sama yang saling mendukung dalam kemitraan public-private-people. Bukan hanya memperkenalkan apa yang dilakukan oleh masing-masing pihak, namun koalisi ini juga berupaya untuk mereplikasi dan menyebarluaskan aksi-aksi perubahan iklim yang ada di tataran komunitas lokal, rumah tangga, dan industri. Hal ini dilakukan untuk mendukung Viet Nam dalam mencapai komitmen Viet Nam terhadap Persetujuan Paris untuk tahun 2030 mendatang.

Beberapa program yang dilakukan bersama oleh VCCA adalah:

  1. Pengembangan program Million Green Homes, yang bertujuan untuk menerapkan teknologi solar PV dan efisiensi energi ke satu juta rumah atau Gedung pada tahun 2030, sehingga dapat membantu Viet Nam untuk beralih dari ketergantungan pada energi fosil;
  2. One Planet City Challenge (OPCC). Program ini berupaya untuk mengajak kota-kota di dunia untuk menerapkan masa depan planet yang climate-friendly. Pada waktu yang bersamaan, program ini juga mengembangkan dan menerapkan rencana-rencana terbaik untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
  3. Memperkenalkan pengembangan energi terbarukan di dalam produksi sektor pertanian. Pada tahap ini, program ini dikembangkan oleh GreenID dan anggota-anggota VCCA di beberapa lokasi, untuk mengurangi konflik penggunaan lahan, meningkatkan efisiensi produksi di lahan yang sama, mendatangkan keuntungan bagi para petani dan investor, serta memperkenalkan kebijakan untuk mendukung pengembangan dari kombinasi model ekonomi ini di tingkat lokal;
  4. Produksi hijau, yang awalnya merupakan inisiatif WWF Vietnam terkait kerja sama dengan asosiasi di bidang industri proses dan ekspor di Vietnam;
  5. Memperkenalkan co-benefit dari energi bersih dan transisi energi yang berkeadilan, menciptakan kesempatan kerja bagi anak muda, perempuan, dan seluruh masyarakat Viet Nam. Program ini menciptakan kesempatan kerja sama antara mitra-mitra lokal, universitas, dan program-program yang mendukung pengembangan dan respon terhadap perubahan iklim, yang diimplementasikan di Vietnam oleh UNDP, UNEP dan IKI.

Dalam pemaparannya Bapak Sutiyo Siswanto menyatakan bahwa di tahun 2014 status pengembangan pembangkit listrik tenaga air adalah 1,525.4 MW dalam tahap konstruksi, sebesar 1,819 MW dalam tahap negosiasi PPA, sebesar 2,131 MW sedang dalam kajian. Saat ini, baru 115 MW dari 1,525 MW yang telah selesai konstruksi. Hal ini menunjukkan bahwa konstruksi pembangkit listrik tenaga air memiliki kerumitan tersendiri dan membutuhkan waktu yang cukup panjang hingga selesai konstruksi di Indonesia.

Pada umumnya, pengembangan pembangkit listrik tenaga air di Indonesia menghadapi banyak masalah dan tantangan dari berbagai aspek seperti regulasi, perijinan, pembebasan lahan, serta pendanaan. Pada peta jalan pengembangan hydropower di Indonesia, terdapat kesenjangan target antara RUEN dan RUPTL PLN tahun 2019-2028. Sedangkan untuk mencapai target RUEN di tahun 2025, diperlukan kapasitas tambahan sebesar 7,912 MW hydropower dari yang saat ini tercantum di dalam RUPTL 2019-2028. Bapak Sutiyo Siswanto juga menyatakan bahwa untuk dapat mencapai target pembangkit listrik tenaga air, sebagaimana dimandatkan oleh RUEN (15,363 MW), dukungan Pemerintah Indonesia melalui UU Energi Baru Terbarukan dan prioritas untuk menggunakan energi terbarukan, sangat diperlukan.

Pada sesi diskusi yang dimoderatori oleh Bapak Paul Butarbutar dari METI, terkait dengan peran NSA dalam pencapaian target NDC baik di Viet Nam maupun di Indonesia, menyimpulkan bahwa peran Non-State Actors dalam pengurangan emisi gas rumah kaca sangat penting; bukan hanya untuk mencapai target saja, namun juga sebagai bukti pemenuhan komitmen. Pemerintah Indonesia saat ini sedang mempersiapkan kebijakan terkait dengan carbon pricing (yang disebut sebagai Nilai Ekonomi Karbon), yang diharapkan dapat mendukung partisipasi NSA untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama yang bersifat sukarela.

Viet Nam juga merencanakan untuk fokus pada program pasar karbon domestik selama lima tahun ke depan. Untuk itu, infrastruktur dasar yang diperlukan dalam menerapkan pasar karbon ini, diharapkan akan siap di tiga sampai empat tahun ke depan. Infrastruktur dasar yang dimaksud adalah sistem MRV (pemantauan, pelaporan, dan evaluasi) dan regulasi yang mendukung.

VCCA juga berpandangan bahwa NSA dapat terbagi atas sektor bisnis dan kelompok masyarakat sipil. Kelompok bisnis bergerak berdasarkan keuntungan dan kesempatan, di mana pasar dilihat sebagai kesempatan. Namun, di lain pihak, kelompok masyarakat sipil yang bekerja sama dengan komunitas, juga berupaya untuk menemukan ruang di dalam sistem agar dapat membawa upaya-upaya yang dilakukan oleh komunitas terkait dengan perubahan iklim. Pada saat yang bersamaan kelompok masyarakat sipil juga memberikan dorongan kepada Pemerintah untuk mengambil aksi perubahan iklim yang lebih ambisius. Saat ini, upaya-upaya yang dilakukan oleh VCCA masih merupakan upaya sukarela, sehingga belum diperhitungkan sebagai upaya untuk mencapai target NDC.