Peluang dan Tantangan Advokasi Pembiayaan Perubahan Iklim di Indonesia
Oleh Lina Noviandari, Knowledge Management Consultant Strategic Partnership Green and Inclusive Energy
Pada 13 Oktober lalu, Aksi! for gender, social and ecological justice (Aksi!) menggelar acara diskusi untuk membahas peluang dan tantangan advokasi Green Climate Fund (GCF) di Indonesia. Diselenggarakan secara daring, Aksi! mengundang berbagai narasumber untuk membagikan pengalaman strategi advokasi dan monitoring proyek pembiayaan perubahan iklim di Indonesia yang telah mereka lakukan, serta pembelajaran yang didapat.
Aksi! sendiri merupakan organisasi pemantau pembiayaan pembangunan dan perubahan iklim, yang secara kritis terlibat dalam diskursus kebijakan pembangunan dan perubahan iklim untuk memastikan perlindungan dan pemenuhan hak asasi perempuan dan hak-hak masyarakat yang terkena dampak.
Pembelajaran advokasi kebijakan dalam proyek perubahan iklim
Dinda Nuur Annisaa “Chacha” Yura, Ketua Eksekutif Solidaritas Perempuan, membagikan pengalaman organisasinya melakukan advokasi dalam proyek KFCP (Kalimantan Forest Climate Partnership) yang dijalankan pada tahun 2011. Chacha menyampaikan bahwa proyek KFCP dinilai menimbulkan masalah besar bagi perempuan sekitar, karena mereka tidak bisa mengakses sungai yang penting bagi kehidupan mereka.
Untuk membantu para perempuan menyuarakan hak-hak mereka, Solidaritas Perempuan melakukan beberapa strategi advokasi kebijakan. Yang pertama adalah melakukan penelitian FPAR (Feminist Participatory Action Research) terhadap perempuan yang merasakan dampak langsung. Kedua, melakukan peningkatan kapasitas perempuan tentang isu lingkungan dan pemahaman posisi perempuan. Ketiga, mendorong perempuan melakukan dialog-dialog dengan pemerintah, untuk mengamplifikasi suara dan pengalaman perempuan berdasarkan data dan fakta dari penelitian.
Pembelajaran dari upaya advokasi tersebut, menurut Chacha adalah adanya sinergi antar beragam strategi. Dalam artian, advokasi tidak hanya bisa dilakukan dengan satu strategi, seperti dialog saja misalnya, tapi juga harus dibarengi dengan strategi lainnya, misalnya peningkatan kapasitas perempuan. Yang kedua, mengangkat dan mengamplifikasi pengalaman nyata perempuan. Dan yang terakhir, adalah memperkuat kapasitas perempuan akar rumput guna mendorong suara kritis mereka.
Puspa Dewy, Dewan Pengawas Nasional Solidaritas Perempuan, juga membagikan pengalaman advokasinya dalam proyek pembangunan jalan regional yang didanai oleh Asian Development Bank (ADB). Dewy menyampaikan penting bagi CSO untuk mempelajari dan memahami kebijakan proyek untuk melakukan upaya advokasi.
Dalam proyek ADB tersebut, misalnya, penting untuk memeriksa apakah proyek yang didanai melanggar kebijakan ADB sendiri. Misalnya, kesesuaian dokumen proyek/informasi yang ADB sebarkan dengan fakta di lapangan. Jika ada pelanggaran, misalnya informasi tidak sesuai, maka bisa disusun sebuah dokumen advokasi untuk disampaikan melalui dialog kepada pemangku kepentingan.
Dewy menambahkan bahwa sinergi dan konsolidasi ke masyarakat penting. Beberapa yang bisa dilakukan CSO adalah mempersiapkan dokumen, melakukan simulasi, khususnya jika mengajak kelompok perempuan, untuk mempersiapkan substansi yang akan disampaikan dalam dialog.
Peran CSO dalam advokasi GCF
Pada kesempatan yang sama, Henriette Imelda, Hivos, membagikan pengalaman dalam advokasi GCF di tingkat internasional dan nasional. Imelda menyampaikan, seperti yang tertera dalam Governing Instrument, GCF mengakui peran CSO dengan memungkinkan partisipasi CSO sebagai accredited observer dan active observer. Pelibatan ini ditujukan untuk mendorong masukan dan partisipasi mereka dalam desain, pengembangan dan implementasi strategi dan kegiatan yang akan dibiayai oleh GCF.
Menurut Imelda, advokasi GCF di tingkat internasional bisa dilakukan dengan tiga cara. Pertama adalah langsung melalui GCF Board Meeting. Persoalan yang dibahas di antaranya policy documents (tentang update progres hingga pengambilan keputusan), funding proposal documents (CSO di negara bersangkutan bisa banyak berperan di sini, utamanya untuk memeriksa), serta accreditation proposal documents (tentang accredited entity). Kedua adalah melalui NDA GCF. Persoalan yang dibahas adalah tentang country programme (apakah sudah mengakomodasi masukan dari CSO), readiness programme (sudah sampai mana pembuatan mekanisme koordinasi dengan CSO), funding proposal documents (belum ada pelibatan CSO, jika nanti ada CSO harus mempersiapkan kemampuan menganalisis proposal/dokumen itu sendiri), dan accreditation proposal documents (CSO belum dilibatkan, jika nanti dilibatkan, CSO harus mempersiapkan kemampuan menganalisis dokumen). Sedangkan yang ketiga adalah melalui delegasi negara di COP (conference of the parties). Biasanya, menurut Imelda, terdapat isu-isu luar biasa yang perlu disampaikan oleh delegasi negara, misalnya terkait penyusunan Gender Action Plan.
Sedangkan di tingkat nasional, Imelda menyampaikan masih banyaknya tantangan dan juga bisa menjadi peluang bagi CSO dalam advokasi GCF. Di antaranya adalah kapasitas dan pengetahuan CSO terkait isu perubahan iklim dan GCF yang perlu ditingkatkan, perlu adanya komunikasi reguler dengan NDA GCF Indonesia, perlu adanya koordinasi yang solid antar CSO, serta pentingnya kemampuan bahasa utamanya untuk memahami proposal proyek atau dokumen-dokumen GCF lainnya.
Terkait advokasi GCF di tingkat nasional ini, Titi Soentoro, Direktur Eksekutif Aksi!, menyampaikan bahwa CSO perlu melakukan advokasi terkait peran dan fungsi NDA GCF Indonesia. Misalnya, ikut memberikan masukan, pendapat tentang proyek yang diajukan mulai dari pembuatan konsep hingga pelaksanaannya. Menurut Titi, selama ini, proses yang ada masih banyak yang belum mendapat masukan dari CSO. Meski sudah adanya sesi konsultasi, Titi berpendapat kualitas konsultasi tersebut masih belum sesuai harapan.
Oleh karena itu, menurut Titi, CSO harus mendorong adanya pelibatan ini. Bersama-sama, CSO harus ikut andil dan detail dalam mengawasi dan memberikan kritik yang membangun terkait proses, substansi, dan kualitas informasi pelaksanaan proyek-proyek GCF di Indonesia.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang Green Climate Fund (GCF), baca beberapa artikel terkait topik ini melalui tautan berikut.